Sebuah
pesan singkat masuk ke telepon genggamku tempo hari. Perlahan aku membuka alat komunikasi itu dan mulai membuka pesan dari
nomer yang tidak bernama tersebut.
“ Salam.. kawan mohon dukungan dan
doaanya iaa...untuk No 1 Sebagai BEM Fakultas *****. Insya Allah mampu untuk
memberikan yang terbaik....Yang dapat
SMS ini adalah orang-orang tertentu saja. Thanks,,
Begitulah
sepenggal kalimat dari pengirim pesan yang tidak ada nama itu. Usai membaca isi
pesan itu, aku menutup pesan itu sembari tersenyum kecil dan angan fikiran ini
mulai tak karuan. Bisa saja tawaku akan meledak membaca kata-kata terakhir
sebelum ucapan terimakasih itu. Yang dapat SMS ini adalah orang-orang tertentu
saja. Aku tidak bisa mengartikan kalimat itu dengan penalaran. Kalimat itu bagai
suatu trik layaknya iming-iming berhadiah seperti yang banyak ditemui di
brosur-brosur dan juga melalui pesan-pesan yang masuk ke telepon genggam.
Kalimat
terakhir itu bak kita yang menerima SMS itu begitu spesialnya bagi kepentingan
si pengirim atau kawan, saudaranya si pengirim. Tapi siapanya kita dengan si
pengirim itu. Kenapa waktu ada suatu kepentingan baru kita di anggap sebagai
orang-orang tertentu saja.
Memang,
komunikasi politik menjadi salah satu andalan dalam setiap ada pergelaran dalam
memilih pemimpin. Bukannya dalam lingkup sebuah negara namun juga dalam dunia
pendidikan seperti kampus. Setiap calon dari pemimpin mahasiswa itu akan
berlomba demi kursi empuk yang menghantarnya memiliki banyak kekuasaan dan
tanggung jawab. Siapa saja punya hak yang sama dalam sistem demokrasi untuk
dipilih jadi pemimpin.
Upaya-upaya
calon pemimpin itu layak dihargai untuk menarik hati para pemilihnya. Namun,
terkadang ketika sudah berada diatas, tangga yang dipakainya dulu disepak bagai
bunga yang sudah hilang wanginya. Perumpaan yang sebenarnya telah menggali
kuburan bagi dirinya sendiri.. semoga janji-janji dari SMS diatas mampu
dipenuhi dengan baik dan bijak.
Salam
demokrasi....
Banda
Aceh, 27 Mei 2015
0 comments: